Penyuluhan
Tentang Gizi Buruk dan Kurang Gizi
I.
Pendahuluan
Kehidupan modern menuntut kita agar
selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, baik kesehatan pribadi
maupun kesehatan lingkungan. Yang dimaksud kesehatan pribadi menurut Muri’fah
dan Herdianto (1992: 8) adalah “kesehatan atau kebersihan diri sendiri
seutuhnya yaitu meliputi seluruh aspek pribadi, fisik, mental, sosial agar
tumbuh dan berkem-bang secara harmonis.” Sedangkan kesehatan lingkungan menurut
Muri’fah dan Herdianto (1992: 8) adalah “ Kesehatan yang berada di luar diri
meliputi lingkungan
biologis dan lingkungan fisik.”
Sehat adalah tidak adanya gangguan
terhadap jasmani, rohani, dan sosial. Kesehatan mencakup pribadi seseorang
seutuhnya meliputi sehat pisik, sehat mental, dan sosial. Pemahaman sehat
tersebut sesuai dengan pengertian sehat yang dikemukakan WHO yang dikutip oleh
Mari’fah (1992: 1) adalah “ keadaan yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan
mental, dan kesehatan sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit,
cacat,
dan kelemahan.” Dengan demikian tidak
cukup suatu masyarakat bebas dari penyakit, tetapi juga harus mencakup keseluruhan,
sehat secara total seperti dikemukakan WHO. Untuk mencapainya, masyarakat perlu
diberi pendidikan kesehatan yang secara sistematis akan membekali mereka dalam
kehidupannya dan merupakan sikap hidup sehari-hari.
Sikap hidup merupakan pandangan hidup
yang harus ditanamkan pada masayarakat dari mulai lahir sampai hayatnya dan
harus menjadi kebiasaan hidup sehari hari dalam keluarga maupun dalam,
masyarakat. Dengan demikian, akan terbentuk pribadi-pribadi yang sehat, yang
akhirnya dapat menunjang terhadap produktivitas tenaga kerja.
Pada saat ini, sebagian besar atau 50%
penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat,
umumnya disebut kekurangan gizi (Atmarita, 2004). Kejadian kekurangan gizi
sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara
perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi,
angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.
Akhir-akhir ini, di masyarakat kita
mulai menyeruak banyak masalah kesehatan dan gizi yang perlu mandapat
perhatian. Kasus busung lapar misalnya, merupakan contoh betapa pemahaman
kese-hatan di masyarakat masih minimal. Sehingga kita tercengang ketika data
menunjukkan bahwa di Indonesia anak-anak Balita (di bawah lima tahun) delapan persen
menderita busung lapar alias gizi buruk. Kalau proyeksi penduduk Indonesia yang
disusun Badan Pusat Statistik tahun 2005 ini jumlah anak Balita usia 0-4 tahun
berjumlah 20,87
juta anak (Kom-pas, 28 Mei
2005), itu berarti saat ini ada sekitar 1,67 juta anak Balita yang menderita
busung lapar. Belum lagi kasus polio dan kusta yang tahun ini juga sempat
mencuat di beberapa daerah di Indonesia.
Urusan kesehatan merupakan urusan
lingkungan, sikap, dan perilaku masyarakat. Hal ini diper-kuat hasil penelitian
Hendrik L. Blum yang dikutif Saeful Millah (Pikiran Rakyat, 3 Juni
2005), bahwa dari empat faktor kunci yang mempengaruhi derajat kese-hatan, maka
aspek pelayanan hanya memiliki kontribusi 20%. Sementara sebagian besar 80%,
dipengaruhi oleh tiga faktor lainnya. Yaitu, 45% ditentukan oleh lingkungan,
30% perilaku masyarakat, dan 5% ditentukan faktor keturunan.
Itu artinya urusan kesehatan bukan
hanya urusan dokter, bidan, atau tenaga medis lainnya, melainkan urusan
berbagai pihak. Terutama aspek perilaku masyarakat dan lingkungan yang harus
mendapat perhatian utama.
Berangkat dari rasional tersebut, maka
kami sebagai bagian dari masyarakat akademik yang harus melakukan pengabdian
kepada masyarakat merasa ter-panggil untuk ikut berkiprah dalam melakukan penyuluhan.
Kampus yang dituntut untuk mengadakan Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu :
pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sudah seharusnya turut
serta dalam mengatasi kesulitan tersebut.
Di Jawa barat, terkait dengan
kesehatan masyarakat ini sangat memperihatinkan. Data yang sempat tercatat media,
kasus gizi buruk dan penyakit tahun 2005 ini terjadi hampir di seluruh daerah.
Jumlah kasus hamper merata di seluruh daerah. Menurut data yang tercatat Harian
Pikiran Rakyat misalnya, ribuan balita terserang polio dan diare. Begitu
juga dengan gizi buruk, hampir seluruh daerah kabupaten mengalami gizi buruk
yang sangat mencolok, bahkan naik dari tahun sebelumnya.
Di Sumedang, gizi buruk dan penyakit
yang terjangkit di setiap tahun terus meningkat. Menurut data Pikiran Rakyat,
14 Juni 2005, jumlah balita yang mengalami gizi buruk di Sumedang tahun 2003
sebanyak 843, sedangkan tahun 2004 meningkat menjadi 871 balita. Jumlah
tersebut tersebar di beberapa kecamatan. Dari data dan penjelasan di atas maka
sudah sepantasnya kampus yang dalam salah satu darmanya harus melaksanakan
pengabdian kepada masyarakat turut serta dalam penyuluhan kesehatan gizi dan
penyakit kepada masyarakat.
Oleh karena itu, kami bermaksud turut
serta mengada-kan penyuluhan mengenai gizi dan
kesehatan serta penyakit.
1.
Permasalahan
Seperti telah diuraikan dalam analisis
situasi, maka muncul masalah yang dapat dicoba dipecahkan melalui pengabdian
ini. Adapun masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.
a.
Masyarakat
desa Cisitu Kecamatan Cisitu perlu pemahaman pengertian, perubahan sikap, dan perilaku untuk dapat hidup sehat, oleh
karena itu, diperlu- kan penyuluhan tentang gizi.
b.
Masyarakat
desa Cisitu Kecamatan Cisitu perlu pemahaman pengertian, pencegahan penya-kit
yang dapat menjadi wabah dalam keluarganya.
Dari rincian masalah di atas dapat
dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1)
Bagaimana
memahamkan masyarakat dan menyadarkan masyarakat desa Cisitu Kecamatan Cisitu
sehingga dapat bersikap positif tentang perlunya gizi, macam gizi yang harus
mereka perhatikan dalam kehidupan?
2)
Bagaimana
memahamkan masyarakat dan menyadarkan masyarakat desa Cisitu Kecamatan Cisitu
sehingga dapat bersikap positif tentang pengetahuan berbagai penyakit dan
pencegahan penyakit yang harus mereka perhatikan dalam kehidupan?
2.
Tujuan
Pengabdian
Tujuan kegiatan pengabdian ini secara
umum ingin membantu masyarakat dalam memahami dan mengubah sikap masyarakat
desa Cisitu pada pemahaman gizi, kesehatan, dan penyakit yang dapat mengenai mereka
dalam kehidupannya. Selaku yang mendukung perbaikan gizi dan kesehatan
masyarakat desa Cisitu serta pencegahan terhadap penyakit.
Tumbuhnya kesadaran bahwa masalah
kesehatan bukan saja tanggung jawab pemerintah, namun juga tanggung jawab
masyarakat dan lingkungan sekitar. Kepedulian masyarakat secara populis akan
dapat mencegah ter-sebarnya penyakit dan keku-rangan gizi di masyarakat. Maka
akan terjadi kesadaran kolektif dan kesalehan sosial.
II.
Kajian
Teori
1.
Masalah
Gizi di Indonesia
Sampai sekarang masalah gizi di
Indonesia masih menjadi masalah. Terutama berkaitan dengan gizi kurang dan gizi
buruk baik pada balita maupun pada orang dewasa. Pada orang dewasa, gizi kurang
dan gizi buruk terdapat pada wanita hamil dan menyusui serta yang
berpenghasilan rendah. Kekurangan gizi ini terkait dengan kekurangan : a)
kalori dan protein, b) kekurangan vitamin, c) gondok endemik, dan d) anemia
gizi. (Depkes, 1990)
Pada saat ini, sebagian besar atau 50%
penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat,
umumnya disebut kekurangan gizi (Atmarita, 2004). Kejadian kekurangan gizi
sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara
perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi,
angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.
Program yang dilaksanakan pemerintah
terkait dengan gizi ini, diupayakan untuk terus menurun-kan angka penyakit gizi
kurang yang umumnya banyak diderta oleh masyarakat berpenghasilan rendah,
terutama balita dan wanita. Upaya tersebut mendukung angka kematian bayi dan
balita serta kematian ibu. Program pemerintah juga berupaya untuk berusaha
memperbaiki gizi masyarakat pada umumnya melalui pola konsumsi pangan yang
makin beraneka ragam, seimbang dan
bermutu gizi. Perbaikan tersebut juga diperlukan oleh kelompok masyarakat yang
mempunyai resiko terhadap beberapa penyakit, misalnya jantung dan pembuluh
darah.
Usaha yang digalakan pemerintah yaitu
dengan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yaitu untuk meningkatkan gizi dalam
tiap keluarga. UPGK ini kegiatannya meliputi kegiatan sebagai berikut.
a)
Merupakan
usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga.
b)
Dilaksanakan
oleh keluarga/masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat dan petugas
berbagai sector.
c)
Merupakan
bagian dari keluarga sehari-hari dan juga meru-pakan bagian integral dari
pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat.
d)
Secara
oprasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan
alih teknologi sederhana kepada masya-rakat.
Bentuk kegiatannya menurut Depkes
(1990) dapat berupa kegiatan sebagai berikut.
a)
Penyuluhahn
gizi masyarakat, dalam hal ini bertujuan agar terjadi proses perubahan
pengertian, sikap, dan perilaku yang lebih sehat mengenai kegunaan dan
pemanfaatan pelayanan gizi yang tersedia di masyarakat.
b)
Pelayanan
gizi melalui posyan-du, kegiatan ini untuk menu-runkan angka kekurangan protein
dan kalori, kebutaan karena kurang vitamin A, serta anmeia untuk ibu hamil.
c)
Pemanfaatan
tanaman pekarangan, kegiatan ini berupa penyuluhan dan bantuan terbatas
terhadap pembudidayaan tanaman pekarangan.
3.
Makanan
Sehat
Ilmu gizi adalah pengetahuan tentang
makanan dalam hubungannya dengan kesehatan atau pengetahuan tentang cara memberikan
makanan dengan benar, agar tubuh berada keadaan sehat yang sebaik-baiknya.
Semua zat gizi dalam badan adalah
penting dan harus terdapat dalam makanan sehari-hari. Tidak satupun bahan
makanan yang mengandung zat gizi secara lengkap dalam jumlah cukup besar untuk
memenuhi kebutuhan badan. Beberapa bahan makanan mengandung banyak protein dan
sedikit hidrat arang, yang disebut sumber protein. Beberapa makanan lain banyak
mengandung vitamin tetapi sedikit mengandung protein, sumber makanan demikian merupakan
makanan sumber vitamin.
4.
Kandungan
Zat Gizi
Kebutuhan akan zat gizi mutlak
dibutuhkan tubuh manusia agar dapat melaksanakan fungsi normalnya. Dalam
menentukan besarnya zat gizi harus dimulai dengan menentukan besarnya kebutuhan
energi. Menu yang disusun berdasarkan kecukupan energi dan zat gizi penghasil
energi seimbang serta dibuat dari bahan makanan yang memenuhi kriteria empat
sehat lima sempurna. Pada umumnya mengandung vitamin dan mineral sesuai dengan
kebutuhan.
Energi berguna untuk melaksanakan
proses metabolisme, melakukan aktivitas fisik, menjalan-kan pencernaan, dan
pertumbuhan. Besarnya kebutuhan energi tergantung pada keadaan faktor yang mempengaruhinya,
yaitu : berat badan, tinggi badan, umur, lamanya kegiatan, dan sebagainya.
Kandungan zat gizi dalam makanan
menurut Rusli Lutan dkk. (2000), yaitu harus mengandung : a) protein, yaitu
kebutuhan untuk tenaga,
b) lemak, untuk sumber energi bagi
proses katabolisme,
c) karbohidrat,
d) vitamin,
e) mineral, f) air.
4. Penyakit dan Gizi
Ada beberapa penyakit yang terkait
langsung dengan kekurangan gizi ini, yaitu :
a) gondok endemik,
b)diare,
c) kekurangan vitamin (avitaminosis),
d) anemia gizi (Depkes, 1990)
a)
Gondok
endemik, yaitu pem-besaran kelenjar tyroid akibat kekurangan unsur yodium yang
diperlukan untuk pembentukan hormon tyroid dalam waktu lama.
b)
Kekurangan
vitamin, menderita salah satu penyakit akibat kekurangan salah satu vitamin.
Misalnya kekurangan vitamin A bisa mengakibatkan buta senja, anemia, atau mudah
terkena diare.
c)
Anemia
gizi adalah keadaan zat merah darah atau Hb lebih rendah dari normal. Akibat
kekurangan zat giziyang diperlukan.
III.
Kesimpulan
dan Rekomendasi
1.
Kesimpulan
Dari hasil pelaksanaan kegiatan
pengabdian dalam bentuk kun-jungan langsung keluarga. Ceramah penyuluhan dan
demonstrasi, dapat disimpulkan sebagai berikut.
a.
Masyarakat
di desa Cisitu bukan tidak peduli masalah kesehatan, tapi terkadang terlupakan
dengan km kehidupan, dengan demikian penyuluhan secara berkala dengan
pendekatan kekeluargaan perlu terus dilanjutkan.
b.
Banyak
faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan gizi masyarakat, tidak sekadar
persoalan kelemahan ekonomi, tetapi multifaktor yang sangat erat jalinannya,
dengan demikian pemerintah desa, kecamatan maupun kabupaten harus dapat
mengatasi permasalahan dengan multipendekatan, dan multi pandang sehingga dapat
diselesaikan secara komprehensif dan tepat guna.
c.
Masyarakat
umumnya lebih memerlukan contoh dan pembuktian daripada sekadar teori, oleh
karena itu penyuluhan kekeluargaan dengan pemberian contoh dan demonstrasi
lebih dikehendaki oleh masyarakat.
d.
Faktor
keengganan masyarakat untuk melaporkan kejadian menyangkut kesehatan dan gizi
kepada kader, merupakan hambatan tersendiri di masyarakat. Demikian juga
perilaku aparat yang sering menutupi keadaan masyarakat yang mengalami
kekurangan gizi dan kesehatan merupakan kendala yang perlu disadari oleh semua
pihak.
Dengan demikian harus dibiasakan
masyarakat berani mengadu dan bertanya bila ada permasalahanmenyangkut gizi dan
kesahatannya. Pemerintah juga tidak perlu takut bila mendapati warganya yang menderita
sakit atau kurang gizi untuk sesegera mungkin ditanggulangi. Sikap tidak ingin
tercela di mata atasan atau menjadi aib karena masyarakatnya mendapat musibah
merupakan cara pandang aparat yang kurang bertanggung jawab. Sudah tidak
waktunya lagi asal selamat, atau asal bapak senang.
2.
Rekomendasi
Sebagai implikasi dari hasil
pengabdian kepada masyarakat ini, berikut dikemukakan beberapa saran yang diharapkan
dapat memberi sumbangan pemikiran dalam upaya perbaikan dan pananggulangan
permasalahan gizi dan kesehatan masyarakat.
a.
Posyandu
maupun Puskesmas setempat harus selalu memperbaharui data dan informasi secara periodic
untuk dapat digunakan dalam perencanaan program yang benar dan efektif.
b.
Berbagai
pihak, sudah barang tentu pemerintah, berupaya harus terus menanggulangi
program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif untuk jangka
panjang, semen-tara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang
benar-benar membutuhkan.
c.
Bentuk
program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga
seperti yang dilakukan dalam pengabdian ini harus dilakukan secara profesional
dengan ketentuan yang spesifik lokal.
d.
Pemerintah
perlu upaya pemberdayaan keluarga dan menciptakan kerjaama dengan swasta.
e.
Secara
bertahap mutu pendidikan masyarakat sasaran pengabdian ini harus terus
ditingkatkan, karena ini merupakan strategi jangka panjang yang dapat
mengangkat masyarakat di Cisitu ini dari berbagai masalah gizi dan kesehatan.
Daftar
Pustaka
·
Atmarita,
T. S F. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makalah.
Direktorat Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan.
·
Depkes.
1990. Pedoman Kerja Puskesmas. Jakarta: Depkes RI
·
Millah,
S. 2005. “ Memangnya Posyandu Masih Ada?”. Pikiran Rakyat. 3 Juni 2005.
·
Muri’fah
dan Herdianto. 1992. Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Dep.
·
Pikiran
Rakyat. 2005. “Kasus Kurang Gizi Merata di Jawa Barat”. 14 Juni 2005.
·
Rusli
Lutan. 2000. Gizi Olahraga. Jakarta: Depdiknas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar