Kamis, 17 Januari 2013

Jipson Yadi


Penyuluhan Tentang Gizi Buruk dan Kurang Gizi

I.              Pendahuluan

Kehidupan modern menuntut kita agar selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, baik kesehatan pribadi maupun kesehatan lingkungan. Yang dimaksud kesehatan pribadi menurut Muri’fah dan Herdianto (1992: 8) adalah “kesehatan atau kebersihan diri sendiri seutuhnya yaitu meliputi seluruh aspek pribadi, fisik, mental, sosial agar tumbuh dan berkem-bang secara harmonis.” Sedangkan kesehatan lingkungan menurut Muri’fah dan Herdianto (1992: 8) adalah “ Kesehatan yang berada di luar diri meliputi lingkungan
biologis dan lingkungan fisik.”

Sehat adalah tidak adanya gangguan terhadap jasmani, rohani, dan sosial. Kesehatan mencakup pribadi seseorang seutuhnya meliputi sehat pisik, sehat mental, dan sosial. Pemahaman sehat tersebut sesuai dengan pengertian sehat yang dikemukakan WHO yang dikutip oleh Mari’fah (1992: 1) adalah “ keadaan yang meliputi kesehatan fisik, kesehatan mental, dan kesehatan sosial dan bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat,
dan kelemahan.” Dengan demikian tidak cukup suatu masyarakat bebas dari penyakit, tetapi juga harus mencakup keseluruhan, sehat secara total seperti dikemukakan WHO. Untuk mencapainya, masyarakat perlu diberi pendidikan kesehatan yang secara sistematis akan membekali mereka dalam kehidupannya dan merupakan sikap hidup sehari-hari.

Sikap hidup merupakan pandangan hidup yang harus ditanamkan pada masayarakat dari mulai lahir sampai hayatnya dan harus menjadi kebiasaan hidup sehari hari dalam keluarga maupun dalam, masyarakat. Dengan demikian, akan terbentuk pribadi-pribadi yang sehat, yang akhirnya dapat menunjang terhadap produktivitas tenaga kerja.

Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi (Atmarita, 2004). Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.

Akhir-akhir ini, di masyarakat kita mulai menyeruak banyak masalah kesehatan dan gizi yang perlu mandapat perhatian. Kasus busung lapar misalnya, merupakan contoh betapa pemahaman kese-hatan di masyarakat masih minimal. Sehingga kita tercengang ketika data menunjukkan bahwa di Indonesia anak-anak Balita (di bawah lima tahun) delapan persen menderita busung lapar alias gizi buruk. Kalau proyeksi penduduk Indonesia yang disusun Badan Pusat Statistik tahun 2005 ini jumlah anak Balita usia 0-4 tahun berjumlah 20,87
juta anak (Kom-pas, 28 Mei 2005), itu berarti saat ini ada sekitar 1,67 juta anak Balita yang menderita busung lapar. Belum lagi kasus polio dan kusta yang tahun ini juga sempat mencuat di beberapa daerah di Indonesia.

Urusan kesehatan merupakan urusan lingkungan, sikap, dan perilaku masyarakat. Hal ini diper-kuat hasil penelitian Hendrik L. Blum yang dikutif Saeful Millah (Pikiran Rakyat, 3 Juni 2005), bahwa dari empat faktor kunci yang mempengaruhi derajat kese-hatan, maka aspek pelayanan hanya memiliki kontribusi 20%. Sementara sebagian besar 80%, dipengaruhi oleh tiga faktor lainnya. Yaitu, 45% ditentukan oleh lingkungan, 30% perilaku masyarakat, dan 5% ditentukan faktor keturunan.
Itu artinya urusan kesehatan bukan hanya urusan dokter, bidan, atau tenaga medis lainnya, melainkan urusan berbagai pihak. Terutama aspek perilaku masyarakat dan lingkungan yang harus mendapat perhatian utama.
Berangkat dari rasional tersebut, maka kami sebagai bagian dari masyarakat akademik yang harus melakukan pengabdian kepada masyarakat merasa ter-panggil untuk ikut berkiprah dalam melakukan penyuluhan. Kampus yang dituntut untuk mengadakan Tridarma Perguruan Tinggi, yaitu : pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat sudah seharusnya turut serta dalam mengatasi kesulitan tersebut.

Di Jawa barat, terkait dengan kesehatan masyarakat ini sangat memperihatinkan. Data yang sempat tercatat media, kasus gizi buruk dan penyakit tahun 2005 ini terjadi hampir di seluruh daerah. Jumlah kasus hamper merata di seluruh daerah. Menurut data yang tercatat Harian Pikiran Rakyat misalnya, ribuan balita terserang polio dan diare. Begitu juga dengan gizi buruk, hampir seluruh daerah kabupaten mengalami gizi buruk yang sangat mencolok, bahkan naik dari tahun sebelumnya.

Di Sumedang, gizi buruk dan penyakit yang terjangkit di setiap tahun terus meningkat. Menurut data Pikiran Rakyat, 14 Juni 2005, jumlah balita yang mengalami gizi buruk di Sumedang tahun 2003 sebanyak 843, sedangkan tahun 2004 meningkat menjadi 871 balita. Jumlah tersebut tersebar di beberapa kecamatan. Dari data dan penjelasan di atas maka sudah sepantasnya kampus yang dalam salah satu darmanya harus melaksanakan pengabdian kepada masyarakat turut serta dalam penyuluhan kesehatan gizi dan penyakit kepada masyarakat.

Oleh karena itu, kami bermaksud turut serta mengada-kan penyuluhan mengenai gizi dan
kesehatan serta penyakit.

1.    Permasalahan

Seperti telah diuraikan dalam analisis situasi, maka muncul masalah yang dapat dicoba dipecahkan melalui pengabdian ini. Adapun masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut.

a.    Masyarakat desa Cisitu Kecamatan Cisitu perlu pemahaman pengertian, perubahan sikap,     dan perilaku untuk dapat hidup sehat, oleh karena itu, diperlu- kan penyuluhan tentang gizi.

b.    Masyarakat desa Cisitu Kecamatan Cisitu perlu pemahaman pengertian, pencegahan penya-kit yang dapat menjadi wabah dalam keluarganya.



Dari rincian masalah di atas dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
1)     Bagaimana memahamkan masyarakat dan menyadarkan masyarakat desa Cisitu Kecamatan Cisitu sehingga dapat bersikap positif tentang perlunya gizi, macam gizi yang harus mereka perhatikan dalam kehidupan?

2)     Bagaimana memahamkan masyarakat dan menyadarkan masyarakat desa Cisitu Kecamatan Cisitu sehingga dapat bersikap positif tentang pengetahuan berbagai penyakit dan pencegahan penyakit yang harus mereka perhatikan dalam kehidupan?






2.    Tujuan Pengabdian

Tujuan kegiatan pengabdian ini secara umum ingin membantu masyarakat dalam memahami dan mengubah sikap masyarakat desa Cisitu pada pemahaman gizi, kesehatan, dan penyakit yang dapat mengenai mereka dalam kehidupannya. Selaku yang mendukung perbaikan gizi dan kesehatan masyarakat desa Cisitu serta pencegahan terhadap penyakit.
Tumbuhnya kesadaran bahwa masalah kesehatan bukan saja tanggung jawab pemerintah, namun juga tanggung jawab masyarakat dan lingkungan sekitar. Kepedulian masyarakat secara populis akan dapat mencegah ter-sebarnya penyakit dan keku-rangan gizi di masyarakat. Maka akan terjadi kesadaran kolektif dan kesalehan sosial.

II.            Kajian Teori

1.    Masalah Gizi di Indonesia

Sampai sekarang masalah gizi di Indonesia masih menjadi masalah. Terutama berkaitan dengan gizi kurang dan gizi buruk baik pada balita maupun pada orang dewasa. Pada orang dewasa, gizi kurang dan gizi buruk terdapat pada wanita hamil dan menyusui serta yang berpenghasilan rendah. Kekurangan gizi ini terkait dengan kekurangan : a) kalori dan protein, b) kekurangan vitamin, c) gondok endemik, dan d) anemia gizi. (Depkes, 1990)
Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi (Atmarita, 2004). Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.

Program yang dilaksanakan pemerintah terkait dengan gizi ini, diupayakan untuk terus menurun-kan angka penyakit gizi kurang yang umumnya banyak diderta oleh masyarakat berpenghasilan rendah, terutama balita dan wanita. Upaya tersebut mendukung angka kematian bayi dan balita serta kematian ibu. Program pemerintah juga berupaya untuk berusaha memperbaiki gizi masyarakat pada umumnya melalui pola konsumsi pangan yang
makin beraneka ragam, seimbang dan bermutu gizi. Perbaikan tersebut juga diperlukan oleh kelompok masyarakat yang mempunyai resiko terhadap beberapa penyakit, misalnya jantung dan pembuluh darah.

Usaha yang digalakan pemerintah yaitu dengan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yaitu untuk meningkatkan gizi dalam tiap keluarga. UPGK ini kegiatannya meliputi kegiatan sebagai berikut.
a)    Merupakan usaha keluarga untuk memperbaiki gizi seluruh anggota keluarga.

b)    Dilaksanakan oleh keluarga/masyarakat dengan kader sebagai penggerak masyarakat dan petugas berbagai sector.


c)    Merupakan bagian dari keluarga sehari-hari dan juga meru-pakan bagian integral dari pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat.

d)    Secara oprasional adalah rangkaian kegiatan yang saling mendukung untuk melaksanakan alih teknologi sederhana kepada masya-rakat.




Bentuk kegiatannya menurut Depkes (1990) dapat berupa kegiatan sebagai berikut.
a)    Penyuluhahn gizi masyarakat, dalam hal ini bertujuan agar terjadi proses perubahan pengertian, sikap, dan perilaku yang lebih sehat mengenai kegunaan dan pemanfaatan pelayanan gizi yang tersedia di masyarakat.

b)    Pelayanan gizi melalui posyan-du, kegiatan ini untuk menu-runkan angka kekurangan protein dan kalori, kebutaan karena kurang vitamin A, serta anmeia untuk ibu hamil.


c)    Pemanfaatan tanaman pekarangan, kegiatan ini berupa penyuluhan dan bantuan terbatas terhadap pembudidayaan tanaman pekarangan.

3.    Makanan Sehat

Ilmu gizi adalah pengetahuan tentang makanan dalam hubungannya dengan kesehatan atau pengetahuan tentang cara memberikan makanan dengan benar, agar tubuh berada keadaan sehat yang sebaik-baiknya.

Semua zat gizi dalam badan adalah penting dan harus terdapat dalam makanan sehari-hari. Tidak satupun bahan makanan yang mengandung zat gizi secara lengkap dalam jumlah cukup besar untuk memenuhi kebutuhan badan. Beberapa bahan makanan mengandung banyak protein dan sedikit hidrat arang, yang disebut sumber protein. Beberapa makanan lain banyak mengandung vitamin tetapi sedikit mengandung protein, sumber makanan demikian merupakan makanan sumber vitamin.

4.    Kandungan Zat Gizi

Kebutuhan akan zat gizi mutlak dibutuhkan tubuh manusia agar dapat melaksanakan fungsi normalnya. Dalam menentukan besarnya zat gizi harus dimulai dengan menentukan besarnya kebutuhan energi. Menu yang disusun berdasarkan kecukupan energi dan zat gizi penghasil energi seimbang serta dibuat dari bahan makanan yang memenuhi kriteria empat sehat lima sempurna. Pada umumnya mengandung vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan.

Energi berguna untuk melaksanakan proses metabolisme, melakukan aktivitas fisik, menjalan-kan pencernaan, dan pertumbuhan. Besarnya kebutuhan energi tergantung pada keadaan faktor yang mempengaruhinya, yaitu : berat badan, tinggi badan, umur, lamanya kegiatan, dan sebagainya.

Kandungan zat gizi dalam makanan menurut Rusli Lutan dkk. (2000), yaitu harus mengandung : a) protein, yaitu kebutuhan untuk tenaga,
b) lemak, untuk sumber energi bagi proses katabolisme,
c) karbohidrat,
d) vitamin,
e) mineral, f) air.


4. Penyakit dan Gizi
Ada beberapa penyakit yang terkait langsung dengan kekurangan gizi ini, yaitu :
a) gondok endemik,
 b)diare,
c) kekurangan vitamin (avitaminosis),
d) anemia gizi (Depkes, 1990)

a)    Gondok endemik, yaitu pem-besaran kelenjar tyroid akibat kekurangan unsur yodium yang diperlukan untuk pembentukan hormon tyroid dalam waktu lama.

b)    Kekurangan vitamin, menderita salah satu penyakit akibat kekurangan salah satu vitamin. Misalnya kekurangan vitamin A bisa mengakibatkan buta senja, anemia, atau mudah terkena diare.


c)    Anemia gizi adalah keadaan zat merah darah atau Hb lebih rendah dari normal. Akibat kekurangan zat giziyang diperlukan.

III.           Kesimpulan dan Rekomendasi

1.    Kesimpulan

Dari hasil pelaksanaan kegiatan pengabdian dalam bentuk kun-jungan langsung keluarga. Ceramah penyuluhan dan demonstrasi, dapat disimpulkan sebagai berikut.
a.    Masyarakat di desa Cisitu bukan tidak peduli masalah kesehatan, tapi terkadang terlupakan dengan km kehidupan, dengan demikian penyuluhan secara berkala dengan pendekatan kekeluargaan perlu terus dilanjutkan.

b.    Banyak faktor yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan gizi masyarakat, tidak sekadar persoalan kelemahan ekonomi, tetapi multifaktor yang sangat erat jalinannya, dengan demikian pemerintah desa, kecamatan maupun kabupaten harus dapat mengatasi permasalahan dengan multipendekatan, dan multi pandang sehingga dapat diselesaikan secara komprehensif dan tepat guna.


c.    Masyarakat umumnya lebih memerlukan contoh dan pembuktian daripada sekadar teori, oleh karena itu penyuluhan kekeluargaan dengan pemberian contoh dan demonstrasi lebih dikehendaki oleh masyarakat.

d.    Faktor keengganan masyarakat untuk melaporkan kejadian menyangkut kesehatan dan gizi kepada kader, merupakan hambatan tersendiri di masyarakat. Demikian juga perilaku aparat yang sering menutupi keadaan masyarakat yang mengalami kekurangan gizi dan kesehatan merupakan kendala yang perlu disadari oleh semua pihak.






Dengan demikian harus dibiasakan masyarakat berani mengadu dan bertanya bila ada permasalahanmenyangkut gizi dan kesahatannya. Pemerintah juga tidak perlu takut bila mendapati warganya yang menderita sakit atau kurang gizi untuk sesegera mungkin ditanggulangi. Sikap tidak ingin tercela di mata atasan atau menjadi aib karena masyarakatnya mendapat musibah merupakan cara pandang aparat yang kurang bertanggung jawab. Sudah tidak waktunya lagi asal selamat, atau asal bapak senang.

2.    Rekomendasi

Sebagai implikasi dari hasil pengabdian kepada masyarakat ini, berikut dikemukakan beberapa saran yang diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran dalam upaya perbaikan dan pananggulangan permasalahan gizi dan kesehatan masyarakat.

a.    Posyandu maupun Puskesmas setempat harus selalu memperbaharui data dan informasi secara periodic untuk dapat digunakan dalam perencanaan program yang benar dan efektif.

b.    Berbagai pihak, sudah barang tentu pemerintah, berupaya harus terus menanggulangi program perbaikan gizi dan kesehatan yang bersifat preventif untuk jangka panjang, semen-tara kuratif dapat diberikan pada kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan.


c.    Bentuk program efektif seperti perbaikan perilaku kesehatan dan gizi tingkat keluarga seperti yang dilakukan dalam pengabdian ini harus dilakukan secara profesional dengan ketentuan yang spesifik lokal.

d.    Pemerintah perlu upaya pemberdayaan keluarga dan menciptakan kerjaama dengan swasta.


e.    Secara bertahap mutu pendidikan masyarakat sasaran pengabdian ini harus terus ditingkatkan, karena ini merupakan strategi jangka panjang yang dapat mengangkat masyarakat di Cisitu ini dari berbagai masalah gizi dan kesehatan.
















Daftar Pustaka

·         Atmarita, T. S F. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Makalah. Direktorat Gizi Masyarakat. Departemen Kesehatan.
·         Depkes. 1990. Pedoman Kerja Puskesmas. Jakarta: Depkes RI
·         Millah, S. 2005. “ Memangnya Posyandu Masih Ada?”. Pikiran Rakyat. 3 Juni 2005.
·         Muri’fah dan Herdianto. 1992. Pendidikan Kesehatan. Jakarta: Dep.
·         Pikiran Rakyat. 2005. “Kasus Kurang Gizi Merata di Jawa Barat”. 14 Juni 2005.
·         Rusli Lutan. 2000. Gizi Olahraga. Jakarta: Depdiknas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar